Ilustrasi |
Sinarmalut.com, Morotai - YS (17 tahun), seorang siswi SMA kelas 1 di Kecamatan Pulau Rao, gugur mengikuti seleksi Paskibraka di tingkat Kabupaten Pulau Morotai karena dinyatakan hamil.
Ia mengaku, telah dihamili oleh pacarnya yang berinisial EM (19 tahun), dan saat ini kandunganya sudah berumur 5 bulan.
YS menceritakan, awalnya dia sempat menolak ajakan EM untuk berhubungan badan tetapi diyakinkan oleh EM bahwa dirinya bertanggung jawab atas perbuatannya. Singkat cerita, YS pun menerima ajakan EM.
Kian hari perut YS pun membuncit dan diketahui orang tuanya. Sadar anaknya dihamili EM, orang tua YS mendatangi rumah EM menuntut tanggung jawabnya.
"Kemudian orang tua saya datang ke rumah EM dan meminta tanggung jawab dan denda (adat) uang Rp 150 juta, tetapi orang tua EM tidak menyanggupinya, mereka hanya sanggup Rp 30 juta dan orang tua saya sudah setuju, tetapi yang baru dikasih Rp 4 juta saja, sisanya sampai sekarang belum," ungkap YS, Rabu (31/7/2024).
Menurut YS, kala itu EM diam-diam pernah melakukan tindakan aborsi tanpa sepengetahuan dirinya dengan cara meminta YS meminum air perasan nanas dicampur kuku bima disaat usia kehamilan YS baru 2 bulan.
“Setelah itu EM menghubungi saya melalui chat, dia bilang ngana (kamu) so minum kukubima dan nanas taralama ade-ade (janin) so jatong (gugur),” katanya.
Sementara itu, lanjut YS, orang tuanya berharap kasus yang sudah dilaporkan ini ditangani serius oleh kepolisian setempat.
"Karena masalah ini sudah dilaporkan ke Polres Pulau Morotai di bulan April 2024 dan sudah dua kali dipanggil untuk dimintai keterangan oleh pihak kepolisian. Tetapi pihak EM belum juga dipanggil oleh penyidik, saya dan keluarga berharap masalah ini segera diselesaikan," pungkasnya.
Kemudian Koordinator Pendampingan Advokasi YLBH PPA Morotai, Aty Juliyati menyampaikan, pihaknya tetap mendampingi korban (YS) hingga mendapatkan kepastian hukum. Faktanya, YLBH Pulau Morotai mendampingi korban hingga membuat laporan ke polisi pada tanggal 28 April lalu.
Aty mengatakan, sampai saat ini kasusnya terkesan jalan ditempat, karena sampai di tanggal 31 Juli. korban dipanggil kembali untuk dimintai keterangan tambahan tapi ketika korban datang, terkesan seperti tidak dimintai keterangan apa-apa.
"Saya sebagai pendamping korban, mendesak kepada penyidik PPA agar kasus ini diseriusi dan segera panggil terlapor untuk dimintai keterangan, kalaupun kasus ini sampai di mana, kami sebagai pendamping maupun pihak korban berharap dapat surat SP2HP terkait dengan sampai di mana proses penyelidikanya, biar hal itu kami tahu dan kami mengawal sama-sama kasus ini, sampai berkasnya ke P21," tandasnya. *