Amir Abdullah, Ketua ISNU Tidore
Sinarmalut.com, Tidore - Ketidakpedulian pemerintah provinsi Maluku Utara terhadap tunggakan pembayaran Dana Bagi Hasil (DBH) yang menjadi hak Pemerintah Tidore Kepulauan, bersama 7 kabupaten/kota lainnya, menuai kritik tajam dari berbagai pihak.
Suara keprihatinan terbaru datang dari Ikatan Ulama Nahdlatul Ulama (ISNU) di Tidore Kepulauan.
Amir Abdullah, Ketua ISNU Tidore, dengan tegas menyatakan bahwa dana yang dimaksud bukan sekadar kewajiban finansial, tetapi hak yang berakar pada pajak yang dikumpulkan dari setiap daerah, yang diamanatkan untuk didistribusikan oleh pemerintah provinsi.
Ia menekankan bahwa provinsi harus menahan diri untuk tidak menggunakan keterbatasan anggaran atau alasan audit untuk menunda pembayaran ini.
"DBH yang terutang kepada Kota Tidore Kepulauan sudah terkumpul selama hampir empat tahun, dari tahun 2022 sampai dengan tahun 2025. Gubernur harusnya berkonsultasi dengan Kepala Badan Keuangan Daerah (BPKAD) terkait masalah ini, jangan hanya berdasar pada alasan yang tidak masuk akal," tegas Amir, Minggu, 20 April 2025.
Amir mengaku heran dengan alasan Gubernur Sherly Laos yang menunda pembayaran DBH dengan dalih untuk menilai kemampuan fiskal dan melakukan audit internal. Menurutnya, sikap seperti itu menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap prinsip tata kelola pemerintahan.
Sebab, DBH yang terutang kepada Tidore Kepulauan bukan bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) Provinsi, melainkan dari pajak daerah yang sudah dipungut dan disetorkan ke kas daerah.
"Dana yang dimaksud itu kan setiap tahun ada, tinggal dialokasikan ke masing-masing kota. Kalau provinsi terus menunda pembayaran, ke mana saja dana itu?,” tanyanya
Selain itu, Amir mengkritik sikap pilih kasih gubernur, dengan menyoroti bahwa hanya dua kabupaten yaitu Halmahera Utara dan Halmahera Barat, yang telah menerima pembayaran DBH, sementara delapan daerah lainnya, termasuk Tidore Kepulauan, tampaknya telah dipinggirkan.
"Pendekatan gubernur pada dasarnya tidak adil terhadap delapan kotamadya di Maluku Utara, khususnya Tidore Kepulauan. Oleh karena itu, kami menyatakan dukungan penuh kami terhadap upaya Pemerintah Kota Tidore untuk menagih utang-utang ini demi kepentingan masyarakat," pungkasnya.
Khususnya, DBH yang terutang kepada Kota Tidore berjumlah Rp 43 miliar, yang mencakup tahun anggaran 2022 hingga 2025. Dana ini berasal dari berbagai pajak daerah, termasuk Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Atas Penggunaan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), Pajak Tembakau, dan Pajak Air Permukaan. *